Happy New Year 2016

Enjoy your holidays

Happy New Year 2016

Enjoy your holidays

Happy New Year 2016

Enjoy your holidays

Happy New Year 2016

Enjoy your holidays

Happy New Year 2016

Enjoy your holidays

Dukung Dan Sambut Pariwisata Aceh

Dukung Dan Sambut Pariwisata Aceh



Aceh merupakan salah satu propinsi paling ujung diwilayah Indonesia yang memiliki keanekaragaman dan
kekhassan yang merupakan bahagian dari sebuah jati diri bangsa.
Bencana dan gempa tsunami pada tahun 2006 tidak hanya meluluhlantakkan wilayah Aceh, juga telah menghancurkan sejumlah aset, potensi baik SDM, SDA maupun infrastruktur yang merupakan pendukung utama dalam pembangunan wilayah Aceh.




Hancurnya sejumlah potensi yang terkandung dalam bumi Aceh melalui sebuah musibah besar Bencana gempa dan stunami pada tahun 2004 secara signifikan akan ikut memberikan kostribusi stagnannya pembangunan wilayah-wilayah yang ada di  Aceh secara menyeluruh. Artinya, sebuah proses kemunduran perkembangan pembangunan akan kembali terjadi di  wilayah Aceh, jika para pengambil kebijakan wilayah tersebut tidak segera mengatasi permasalah ini secara lebih bijak dengan tetap mengedepankan prinsip keterbukaan dan non diskriminasi untuk mengembalikan wajah asli Aceh yang penuh dengan kemegahan dan peradaban yang telah diakui oleh dunia manapun.

Kondisi riil masyarakat Aceh yang sangat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keIslaman, maka seyogyanya musibah yang telah merengut puluhan juta rakyat Aceh perlu menjadi kajian dan pembelajaran bersama untuk menuju kepada perubahan hidup yang lebih baik dengan  bernafaskan nilai-nilai keIslaman. Musibah yang melanda Aceh pada umumnya dan  Kota Banda Aceh khusunya tidak hanya menjadi renungan semata, justru yang lebih penting adalah bagaimana penanganan kongkrit yang harus dilakukan untuk bangkit dan keluar dari pengaruh musibah besar ini telah ikut memporak-porandakan pembangunan dan peradaban Aceh dalam berbagai bidang dalam dinamika kemanusiaan yang ada.

Sejarah telah mencatat bahwa propinsi Aceh merupakan salah  satu daerah destinasi wisatawan di Indonesia. Aceh memiliki ragam wisata dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan propinsi lain. Keanekaragaman suku yang terdapat di Aceh seperti: suku Gayo, suku Aneuk Jamee, suku Tamiang, suku Kluet, suku Alas, dan suku Singkil merupakan keunikan serta kekhassan tersendiri dalam masyarakat Aceh yang terpadu manis dalam sebuah khazanah Aceh. Potensi dan kekayaan alam Aceh  yang tidak  boleh dinafikan eksistensinya dalam pembangunan Aceh adalah: Taman laut di Pulau Rubiah Sabang, Kawasan Ekosistem Leuser di Aceh Tenggara, Danau Laut Tawar di Aceh Tengah, Danau Paris di Singkil, serta potensi alam lainnya yang juga memeiliki kekhassan tersendiri.

Kekayaan Aceh lainnya yang sudah tercatat didunia adalah kekayaan Khazanah budaya Aceh yang gemilang seperti: Gunongan, pintoe Khop, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda dan kelurga Sultan/Sultanah Aceh, Makam raja-raja Pasai, Makam Raja-Raja Peureulak, Makam Syeik Abdul Rauf Assingkili, Makam Laksama Keumala Hayati, Benteng Inoeng Balee, Keurkhop, Indra Patra dan Legenda Aneuk Rahmayang. Ditambah lagi motif kerajinan dan menu paganan khas Aceh serta serta beragam seni dan budaya Aceh yang tercermin dari Sub Etnis Aceh yang menjadikan Aceh sebagai sumber inspirasi dan daya tarik kunjungan wisata ke Aceh baik dari Mancanegara dan juga wisatawan Nusantara. Beberapa objek sejarah juga hadir dari sebuah musibah besar gempa dan Stunami Aceh pada tahun 2004. (Dahlan Sulaiman, DPD ASITA NAD)

Kota Banda Aceh yang merupakan  salah satu bahagian dari wilayah Aceh sekaligus bersisian langsung dengan kota Propinsi juga memiliki  kekayaan dan potensi wilayah  layak jual yang selama ini menjadi  pendukung utama pembangunan Peradaban Kota Banda Aceh.  Kekayaan dan aset yang dimiliki oleh Kota Banda Aceh tidak hanya diakui oleh masyarakat lokal Kota Banda Aceh, tetapi diakui oleh propinsi Aceh dan juga masyarakat Indonesia lainnya yang tersebar diseluruh wilayah dari sabang sampai  Marauke.

Banda Aceh salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah propinsi Aceh dan bersisian langsung dengan ibu Kota Propinsi juga mengalami musibah dahsyat gempa dan tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Daerah dengan luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau Kisaran 61.36 (Km2) dengan kepadatan penduduk hasil rekap  18 November 2008  berjumlah 219.659 jiwa.  Jumlah kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh dengan 9 (sembilan) Kecamatan, 17 (tujuh belas) Mukim, 70 (tujuh Puluh) Desa/gampong dan 20 (dua Puluh) Kelurahan, jauh berkurang dibandingkan kepadatan penduduk sebelum musibah bencana dan gempa tsunami yang terjadi pada bulan  Desember  tahun 2004 yang telah merenggut  sekitar  50 ribu Jiwa masyarakat Aceh diseluruh daerah. (BPS Kota Banda Aceh, 2009)

Sebagai wilayah yang mengalami langsung dasyatnya musibah gempa dan tsunami, Banda Aceh juga mendapatkan efeknya,  baik secara langsung maupun tidak langsung.  Gempa dan tsunami telah membuat wajah kota Banda Aceh menjadi suram yang diikuti dengan hilangnya sejumlah aset dan potensi yang dimiliki oleh kota Banda Aceh yang diterjang habis tanpa bekas oleh gelombang raksasa. Bahkan potensi SDM yang menjadi bahagian penting dalam memberikan konstribusi peradaban Kota Banda Aceh juga tak ketinggalan. Hanya nama mereka yang terukir indah sebagai donatur ide dan pemikiran bagi proses perkembangan kota Banda Aceh.

Mengembalikan wajah Aceh yang penuh kharismatik tidaklah mudah, butuh penaganan khusus dan mesti dilakukan secara komprehensif dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang ada. Mewujudkan hal tersebut, tidak hanya cukup dengan pemaparan wacana tanpa dibarengi dengan aksi nyata untuk mewujudkan idealisme tersebut. Tentu ini perlu analisa dan pemikiran bersama seluruh masyarakat Aceh, khusunya para pengambil kebijakan dalam pemerintahan. Penderitaan panjang pasca musibah ttunami harus menjadi pembelajaran bersama untuk bangkit dan berjuang meneruskan kehidupan ini kearah lebih baik. Ini sesuai dengan sebuah pernyataan Allah swt bahwa” Allah tidak akan merubah nasib sebuah kaum, kecuali kaum itu sendiri yang akan melakukan perubahannya” (Qs.Ar-Ra’du ayat 11). Penyataan Allah SWT ini juga berlaku bagi masyarakat kota Banda Aceh sebagai salah satu wilayah di propinsi Aceh.

Perjuangan mengembalikan wajah Aceh pada masa keemasannya tidak cukup diperjuangkan oleh pemerintah, tetapi juga harus dibarengi dengan perjuangan yang sama di masyarakat sebagai elemen pembangunan. Ini menjadi penting mengingat masyarakat dan pemerintahan memiliki tanggungjawab yang sama untuk merumuskan misi pembangunan kota Banda Aceh kedepan sebagai wilayah yang patut menjadi contoh bagi wilayah lain. Seluruh masyarakat Kota Banda Aceh patut mentauladani perjuangan para leluhur Aceh yang selalu menjadi kepentingan bersama sebagai sebuah visi dan nilai yang harus diperjuangkan sampai akhir hayat. Nilai-nilai tersebut juga harus menjadi modal kita dalam memperjuangkan pembangunan diberbagai bidang yang hancur akaibat musibah gempa dan tsunami. Hal yang harus dilakukan ulang adalah pemetaan terhadap aset dan kekayaan yang tersedia dalam bumi Kota Banda Aceh, yang selanjutnya menjadi alat meningkatkan pembangunan pasca bencana gempa bumi dan tsunami.

Pemerintah Kota Banda Aceh yang mendapatkan amanah rakyat untuk mengembangkan tugas pembangunan harus mengidentifikasi potensi-potensi yang tersedia di wilayah dan mampu menggerakkan pembangunan dan juga roda ekonomi kerakyatan. Ini penting dilakukan mengingat ekonomi menjadi hal yang paling esensial dalam pembangunan. Partispasi masyarakat dalam pembangunan akan sangat dipenagruhi sejauhmana pemerintah sebagai komponen paling bertanggungjawab bagi daerah mampu merespon kebutuhan tersebut. Untuk itu, para pengambil kebijakan segera berpikir dan mencari solusi terhadap permasalah tersebut.

Hadirnya Undang-Undang No. 09 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, telah membuka peluang sekaligus tantangan bagi daerah-daerah yang memiliki potensi wisata untuk mengembangkan obyek wisatanya sebagai sumber Devisa ( Keuntungan Ekonomi. (Dahlan Sulaiman Ketua DPD ASITA NAD) Ini juga yang menjadi pintu masuk pemerintahan Kota Banda Aceh mengembalikan kharisma Kota Banda Aceh yang penuh dengan kemegahan dan kekayaan yang beranekaragam.
Hasilnya, melalui analisa kritis, pemikiran yang matang serta perjuangan yang penuh tantangan, akhirnya pemerintahan Kota Banda Aceh dibawah kepemimpinan Mawardi Ismail dan Elliza Sa’aduddin Djamal memanfaatkan aturan ini sebagai motivasi dan semangat mewujudkan wajah Baru Kota Banda Aceh sekaligus media peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi wilayah. Hasilnya pada tahun 2010 dikeluarkan sebuah statmen yang menakjubkan sekaligus menjadi tantangan besar pemerintahan Kota Banda Aceh tentang “Visit Banda Aceh Year 2011”.
 
Jika dianalisa, keberanian ini bukan hanya untuk sekedar prestise wilayah, tetapi karena Banda Aceh memang layak untuk menjadi wilayah kunjungan wisata. Berbagai kekayaan yang dimiliki wilayah Kota Banda Aceh, termaksud budaya dan adat istiadat patut untuk diperkenalkan kepada masyarakat luar sebagai bahagian dari perkenalan jati diri daerah. Tentunya, promosi ini tidak akan berjalan sesuai dengan cita-cita dan harapan jika hanya dilakukan oleh segelintir orang, tanpa dukungan masyarakat Kota Banda Aceh secara menyeluruh. Untuk itu, sosialisasi “Visit Banda Aceh Years 2011” harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan kepada masyarakat, yang selanjutnya diharapkan akan melahirkan komitmen bersama melanjutkan visi & misi tahun kunjungan wisata Kota Banda Aceh yang sudah dicanangkan oleh pemerintahan Kota Banda Aceh 2011.

Kerjasama pemerintah kota Banda Aceh dan masyarakat telah menunjukkan hasil yang luarbiasa dengan mulai dirintisnya kota banda Aceh pada tahun 2010 sebagai wilayah kunjungan wisata. Melalui gaung kunjungan wisata diharapkan banyak perubahan dan peningkatan yang dapat terjadi di Kota Banda Aceh, tidak hanya pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Banda Aceh, sekaligus peningkatan ekonomi dan kapasitas masyarakat yang akan mempengaruhi kualitas kehidupan secara menyeluruh. Menghasilkan harapan tersebut diatas, kiranya semua pihak perlu memikirkan strategi yang dapat dilakukan guna mewujudkan idealisme tersebut, termaksud merumuskan alat pendukung kearah tersebut.

Potensi alam yang menawarkan keindahan dan pesona, budaya dan adat istiadat Aceh yang berdimensi spritualitas, kultur masyarakat yang humanis dan bukti-bukti sejarah yang menawarkan arti sebuah perjuangan dan nilai yang patut menjadi bahagian penting dalam “Visit Banda Aceh Years 2011". Semua masyarakat harus memahami ini sebagai konsekwensi logis dalam mendukung kunjungan wisata Kota Banda Aceh pada masa akan datang, sekaligus membangun visi dan persepsi bersama dalam mendukung sekaligus mengembangkan kunjungan wisata ke Kota Banda Aceh.

Gema Visit Banda Aceh Years 2011 yang sudah dimulai akhir tahun 2010 dibawah kepemimpinan Mawardi Nurdin dan Elliza Saa’dudin Djamal dan dikampanyekan melalui berbagai media indikator kesuksesannya sulit diukur. Banyak pihak yang mulai mempertanyakan keberhasilan dan dampak luas “Visit Banda Aceh Years 2011”  bagi masyarakat khususnya Kota Banda Aceh. Salah satu keluhan dan pertanyaan kritis pernah diajukan oleh Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) terhadap jumlah kunjungan wisatawan yang menurun drastis walaupum Visit Banda Aceh Years sedang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh. Keluhan PHRI dianggap menjadi salah satu acuan ketidakberhasilan dari kampanye Visit Banda Aceh Years 201I yang digalakkan oleh Pemerintahan Kota Banda Aceh. (Sosial Media 2011).

Pernyataan oleh Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI), senada dengan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh bahwa kunjungan wisatawan mancanegara turun 8.59%. Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara yang berkunjung  kewilayah propinsi Aceh pada Juni 2011 dilaporkan hanya 1.160 orang, atau mengalami penurunan sebesar 8.59 % dibandingkan kunjungan bulan Mei 2011 yang mencapai 1.269 orang. (BPS Aceh : 2011). Informasi data dari BPS harus menjadi kajian bersama pemerintahan Kota Banda Aceh dan masyarakat dalam mendukung Visit Banda Aceh Years 2011, dengan terus melakukan pembenahan diberbagai sarana pendukungnya.

Keluhan PHRI  menunjukkan adanya kekecewaan dari pengelolan hotel dan restauran di Aceh tentang menurunnya kunjungan wisata bertepatan dengan penetapan kota Banda Aceh sebagai daerah kunjungan wisata 2011. Ini sangat ironis jika tidak disikapi dengan pemetaan akar permasalahan penyebab menurunnya kunjungan wisata di Aceh dan juga Kota Banda Aceh. Bahkan, antisipasi yang keliru dapat mendorong stagnannya kegiatan Visit Banda Aceh Years 2011. Kajian ini perlu dilakukan pada alat pendukung kunjungan wisata seperti promosi dan juga dukungan masyarakat terhadap hal tersebut, karena kedua-duanya memiliki peran yang sangat besar dalam kunjungan wisata Kota Banda Aceh 2011.

            Kondisi menurunnya kunjungan wisatawan manca negara ke Kota Banda Aceh ikut juga dipengaruhi oleh dukungan masyarakat secara menyeluruh yang akan mendorong promosi-promosi yang dilakukan oleh masyarakat secara turun menurun.  Analisa menunjukkan bahwa ada hal yang perlu pembenahan secara komprehensif berkaitan dengan moment Visit Banda Aceh Years 2011 sehingga mampu mengundang turis Internasional, Nasional maupun lokal ke wilayah kota Banda Aceh.

Memulai penataan ini maka harus didukung penuh oleh pemerintahan dan masyarakat secara bersama-sama. Ini harus dimulai dengan persamaan persepsi dilevel masyarakat yang dapat dimulai dengan sosialisasi tentang Visit Banda Aceh Year 2011 yang dilakukan oleh pemerintahan melalui lembaga/dinas terkait. Tahapan ini harus dilakukan secara berkelanjutan pada semua level masyarakat sehingga pandangan masyarakat terhadap visit Banda Aceh Year yang digalakkan oleh pemerintahan Kota Banda Aceh bukan hanya sekedar prestise kepemimpinan mereka, tetapi lebih jauh lagi memberikan warna baru kota Banda Aceh pasca kebangkitan setelah bencana gempa dan tsunami.

Perjuangan di level pemerintahan harus dibarengi dengan perjuangan masyarakat sebagai elemen penting pembangunan. Komitmen diatas tidak cukup hanya mengandalkan potensi wilayah, sarana pendukung, adat dan budaya, tetapi yang tidak kalah  penting adalah dukungan seluruh masyarakat kota Banda Aceh guna mewujudkan cita-cita mulia ini. Dukungan ini mesti lahir secara tulus dari sanubari seluruh masyarakat Kota Banda Aceh.